BOGOR, Kobra Post.
Meski pemerintah telah melarang adanya penjualan buku di sekolah, namun larangan itu tidak digubris. Buktinya, penjualan buku LKS masih marak di sekolah-sekolah di Kota Bogor, terutama buku LKS untuk murid sekolah dasar.
Menurut informasi yang diperoleh, penjualan buku LKS untuk murid SD di Kota Bogor diduga dikoordinir oleh Ketua MKKS Kota Bogor Topan bekerjasama dengan pihak penyedia buku. Anehnya lagi, pihak Dinas Pendidikan Kota Bogor seperti tutup mata.
Berdasarkan penelusuran KOBRA POST, buku–buku LKS tersebut tidak dijual di dalam sekolah, namun diluar sekolah. Praktek penjualan buku itu cukup rapi, diduga ada kerjasama dengan Ketua MKKS selaku koordinator, pihak sekolah dan komite sekolah. Buku-buku LKS itu dijual kepada murid dengan harga Rp.9000/buku, sedangkan dari pihak penyedia hanya Rp.4000,-/buku. Rata-rata setiap murid harus membeli 9 buku.
Ketua MKKS Kota Bogor Topan ketika dikonfirmasikan terkait hal tersebut membantah dirinya menjadi koordinator penjualan buku LKS. Namun, dia mengakui adanya penjualan buku LKS kepada murid, dengan harga jual setiap buku Rp.9000.
Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor Edgar Suratman saat ditemui Kobra Post diruang kerjanya (selasa, 08/12/2015) menjelaskan bahwa penjualan buku di sekolah masih kerap terjadi, padahal dalam surat edaran kementrian pendidikan tidak boleh.
“Saya lebih cenderung tahun depan kebijakan saya disudahi praktek jual buku tersebut dan di cover (ditutup –red) oleh APBD,” ungkap Kadisdik itu.
Biasanya yang terjadi begini, lanjut Edgar, boleh-boleh saja mereka (orang tua siswa –red) membeli asal tidak dijual oleh sekolah, artinya dibutuhkan oleh orang tua. Tapi manakala ada oknum yang menjual kesemua siswa, sehingga siswa yang tidak mampu mendapatkan perlakuan yang berbeda.
“Sebetulnya tidak boleh kalau ketahuan bahwa sekolah yang menjual, kalau pribadinya atau oknum bekerjasama dengan pihak penyedia buku, itu mah menyangkut, sebetulnya harus di itu juga, kan itu menyangkut sekolah. Dan saya tidak menginginkan adanya hal tersebut, karena dalam surat edaran pun tidak dibolehkan. Intinya tahun depan (2016 –red) saya berharap tidak ada lagi hal seperti itu. Bagi oknum mungkin menganggap sebagai tambahan penghasilan setiap tahunnya,” Edgar mengakhiri. (Alek/Iful)
Meski pemerintah telah melarang adanya penjualan buku di sekolah, namun larangan itu tidak digubris. Buktinya, penjualan buku LKS masih marak di sekolah-sekolah di Kota Bogor, terutama buku LKS untuk murid sekolah dasar.
Menurut informasi yang diperoleh, penjualan buku LKS untuk murid SD di Kota Bogor diduga dikoordinir oleh Ketua MKKS Kota Bogor Topan bekerjasama dengan pihak penyedia buku. Anehnya lagi, pihak Dinas Pendidikan Kota Bogor seperti tutup mata.
Berdasarkan penelusuran KOBRA POST, buku–buku LKS tersebut tidak dijual di dalam sekolah, namun diluar sekolah. Praktek penjualan buku itu cukup rapi, diduga ada kerjasama dengan Ketua MKKS selaku koordinator, pihak sekolah dan komite sekolah. Buku-buku LKS itu dijual kepada murid dengan harga Rp.9000/buku, sedangkan dari pihak penyedia hanya Rp.4000,-/buku. Rata-rata setiap murid harus membeli 9 buku.
Ketua MKKS Kota Bogor Topan ketika dikonfirmasikan terkait hal tersebut membantah dirinya menjadi koordinator penjualan buku LKS. Namun, dia mengakui adanya penjualan buku LKS kepada murid, dengan harga jual setiap buku Rp.9000.
Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor Edgar Suratman saat ditemui Kobra Post diruang kerjanya (selasa, 08/12/2015) menjelaskan bahwa penjualan buku di sekolah masih kerap terjadi, padahal dalam surat edaran kementrian pendidikan tidak boleh.
“Saya lebih cenderung tahun depan kebijakan saya disudahi praktek jual buku tersebut dan di cover (ditutup –red) oleh APBD,” ungkap Kadisdik itu.
Biasanya yang terjadi begini, lanjut Edgar, boleh-boleh saja mereka (orang tua siswa –red) membeli asal tidak dijual oleh sekolah, artinya dibutuhkan oleh orang tua. Tapi manakala ada oknum yang menjual kesemua siswa, sehingga siswa yang tidak mampu mendapatkan perlakuan yang berbeda.
“Sebetulnya tidak boleh kalau ketahuan bahwa sekolah yang menjual, kalau pribadinya atau oknum bekerjasama dengan pihak penyedia buku, itu mah menyangkut, sebetulnya harus di itu juga, kan itu menyangkut sekolah. Dan saya tidak menginginkan adanya hal tersebut, karena dalam surat edaran pun tidak dibolehkan. Intinya tahun depan (2016 –red) saya berharap tidak ada lagi hal seperti itu. Bagi oknum mungkin menganggap sebagai tambahan penghasilan setiap tahunnya,” Edgar mengakhiri. (Alek/Iful)
0 Comments