Warga mengira Helikopter Mendarat di Kampung, Sepenggal Cerita Korban Banjir Bandang dan Longsor


BOGOR, Kobra Post.
Suara gemuruh terdengar diatas bukit, warga pun menuju lokasi sekitar bukit. Warga mengira ada Helikopter akan mendarat.  Namun dilokasi yang lebih tinggi dari perkampungan terlihat jelas dari kejauhan pepohonan bergerak menuju ke bawah.

Melihat gelagat akan terjadi longsor dari arah bukit seluruh warga keluar rumah untuk mencari lokasi yang aman.  Itulah penuturan Titin (32) salah satu pengungsi asal Kampung Nyungcung Desa Malasari, Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor menceritakan saat terjadi longsor dan banjir bandang, Rabu 1 Januari 2020 lalu.

Titin menuturkan, tanah bercampur batu bergeser dan pohon-pohon bertumbangan dari atas bukit. “Beruntung kejadiannya tidak sekaligus, tapi berangsur-angsur, sehingga kami punya waktu cukup untuk menyelamatkan diri. Kejadiannya sekitar pukul 09.00 - 10.00 WIB. Saya dapat informasi dari Pak RW, ada dua warga Kampung Nyungcung tertimbun longsor,” tuturnya.

Hujan lebat pada malam pergantian tahun rupanya menyisakan duka yang mendalam bagi keluarga besar pondok pesantren Miftahul Huda Kampung Parung Sapi Desa Kalong Sawah Kecamatan Cigudeg.  Tiga orang santri di pondok pesantren tersebut  terseret arus sungai saat menyeberangi jembatan Cidurian Kadaka.

Tiga orang santri itu seketika menghilang dari permukaan air karena tergulung derasnya aliran air. Dari tiga orang yang terseret arus sungai hanya dua orang yang selamat karena tersangkut di batang pohon yang melintang di tengah-tengah sungai.


Air yang sudah seperti gelombang tsunami ini membuat beberapa tiang listrik yang berada di badan Jalan Raya Cigudeg tumbang, dan menyebabkan listrik se-Kecamatan Cigudeg padam. Padahal, jarak dari bantaran sungai ke jalan raya mencapai 25 meter.

Selain itu, ratusan unit rumah yang berada di sepanjang bantaran Sungai Cidurian juga terendam. Salah satu bangunan yang terdampak cukup parah adalah, Pondok Pesantren Manbaul Ulum. Pengasuh pondok pesantren, Kyai H. Ahmad Sirojudin menceritakan bagaimana kengerian banjir bandang yang menerjang pondok pesantrennya.

Pada saat itu Sang Kiayi bersama beberapa santri yang masih berada di pondok pesantren sedang menggelar dzikir bersama. Suara hujan yang menyentuh tanah mengiringi lantunan doa dan dzikir pada malam pergantian tahun itu.

Sekitar pukul 02.00 WIB, luapan air dari Sungai Cidurian, masuk kedalam kompleks pondok pesantren. Tepat pukul 07.00 WIB, suara gemuruh menjadi pembuka bagi bencana yang terakhir kali terjadi 30 tahun yang lalu. 

Post a Comment

0 Comments